Untuk Pertama Kali, Petinggi Rusia dan Ukraina Bertemu Sejak Konflik Memanas, Akankah Genjatan Senjata?

- 10 Maret 2022, 15:25 WIB
ilustrasi: Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba
ilustrasi: Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba /Reuters

KEDUTODAY.COM- Pertemuan antara para petinggi Rusia dan Ukraina akhirnya terlaksana pada Kamis 10 Maret 2022.

Ini menjadi pertemuan pertama kali, peningkatan aktifias Militer Rusia ke wilayah Ukraina.

Pertemuan dilakukan dengan mediasi dari Negara Turki. Tepatnya berada di di provinsi selatan Turki, Antalya.

Turki berharap mereka dapat menandai titik balik di konflik yang mengamuk.

Baca Juga: Arti Lagu Good Person Milik Haechan NCT, OST University Class of 22, Tentang Cowok yang Terjebak Friendzone

Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba telah meredam ekspektasi untuk kesepakatan gencatan senjata atau hasil lain dari pertemuan dengan perwakilan Rusia Sergei Lavrov, di sela-sela forum diplomasi.

Invasi Rusia telah berdampak lebih dari 2 juta orang. PBB menyebut ini sebagai krisis kemanusiaan tercepat di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.

Anggota NATO Turki telah berulang kali menawarkan untuk menengahi antara kedua pihak.

Baca Juga: Fakta One Piece 1043: Kebangkitan Joyboy Ada Hubungannya Dengan Awakening Gomu Gomu no Mi

Mereka akan menjadi tuan rumah bagi dua diplomat teratas mereka setelah berminggu-minggu upaya mediasi oleh kekuatan dunia.

Kuleba mendesak Lavrov untuk mendekati pembicaraan dengan itikad baik, bukan dari perspektif propaganda.

"Saya akan mengatakan terus terang bahwa harapan saya terhadap pembicaraan itu rendah," kata Kuleba dalam sebuah pernyataan video pada hari Rabu seperti dikutip Kedutoday.com dari reuters pada 10 Maret 2022.

Baca Juga: Sering Kena Cobaan dan Ujian, Ini Bisa Jadi Pertanda Allah Inginkan Kebaikan Untukmu

"Kami tertarik pada gencatan senjata, membebaskan wilayah kami dan poin ketiga adalah menyelesaikan semua masalah kemanusiaan." tambahnya.

Moskow juga telah mengatakan siap untuk melakukan pembicaraan dengan Ukraina.

Namun, mereka tetap meminta Kyiv mengambil posisi netral dan membatalkan aspirasi untuk bergabung dengan aliansi NATO.

Delegasi dari kedua negara telah mengadakan tiga putaran pembicaraan sebelumnya. Dua di Belarus dan satu di Ukraina.

Baca Juga: Amalan dan Doa Agar Suami atau Pasangan Tidak Selingkuh

Meskipun ada tanda-tanda positif pada pengaturan kemanusiaan, negosiasi tersebut berdampak kecil.

Moskow menyebut serangannya sebagai operasi militer khusus untuk melucuti senjata Ukraina dan mengusir para pemimpin yang disebutnya 'neo-Nazi'.

Kyiv dan sekutu Baratnya menganggap itu sebagai dalih tak berdasar untuk perang tak beralasan melawan negara demokratis berpenduduk 44 juta orang.

Baca Juga: Prediksi Atalanta vs Leverkusen, Live Streaming Liga Europa, Head to Head dan Susunan Pemain

Menyatukan Lavrov dan Kuleba menjadi langkah maju dan dapat meningkatkan diplomasi di tingkat yang lebih tinggi di Moskow.

"Rusia belum mendekati perdamaian, meskipun perlahan-lahan mengubah pendiriannya," kata Mustafa Aydin, profesor di Universitas Kadir Has di Istanbul.

"Posturnya yang awalnya tanpa kompromi perlahan-lahan berubah menjadi sikap negosiasi meskipun belum cukup untuk hasil yang konkret," tambahnya.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan baik Lavrov dan Kuleba telah meminta agar dia menghadiri pembicaraan pada hari Kamis.

Baca Juga: Lirik dan Chord atau Kunci Gitar Lagu 'Kota' Milik Dere yang Trending Dinyanyikan Danar X Factor Indonesia

Pada akhir pekan kemarin, Turki dan Israel meningkatkan dorongan mereka untuk mediasi.
Presiden Turki Tayyip Erdogan mendesak Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengumumkan gencatan senjata dalam seruan pada hari Minggu.

Perdana Menteri Israel Naftali Bennett juga mengadakan pembicaraan dengan Putin di Moskow pada akhir pekan. Kemudian berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy. ***

Editor: Ruri Hidayat


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah