Bahkan menurut pengakuan orang-orng terdekatnya, semasa kecil dirinya memang sudah dikenal tomboy.
Dia merasa dirinya adalah laki-laki meskipun tubuh biologisnya perempuan, pergolakan batin itu dirasakannya saat dewasa.
Amar Alfikar pun menjalani observasi selama enam bulan dan didiagnosis dysphoria gender. Yaitu, kondisi identitas gender tidak sesuai dengan genitalia.
Namun, atas izin dan dukungan kedua orang tuanya, dia secara perlahan bertransformasi dari yang sebelumnya berhijab menjadi bersarung.
Ibunya, adalah orang yang paling menerima dan mendukung keputusan anaknya tersebut, yang kemudian disusul support dari sang ayah.
Menurut kedua orang tuanya, apa yang dialami anaknya tersebut merupakan takdir dan fitrah Tuhan yang harus dihadapi.
Proses transisi terjadi ketika Amar Alfikar pendidikan sastra Indonesia di sebuah kampus negeri di Semarang, Jawa Tengah.
Berbagai pertentangan pun sempat dialami Amar Alfikar saat memulai perubahan dirinya dari seorang perempuan menjadi laki-laki.
Salah satunya adalah dari kakaknya, Abdul Muiz yang sangat menentang keputusan sang adik untuk menjadi transpria.