Hukum Menggabung Puasa Syawal dengan Qadha Puasa, Lengkap dengan Niatnya dalam Arab, Latin, dan Terjemahannya

- 8 Mei 2022, 07:19 WIB
Hukum Menggabung Puasa Syawal dengan Qadha Puasa, Lengkap dengan Niatnya dalam Arab, Latin, dan Terjemahannya
Hukum Menggabung Puasa Syawal dengan Qadha Puasa, Lengkap dengan Niatnya dalam Arab, Latin, dan Terjemahannya /

KEDUTODAY.COM – Simak ulasan tentang hukum mehgabungkan Puasa Syawal dengan Puasa Qadha, beserta niat Puasa Syawal dengan Puasa Qadha lengkap dengan Arab, Latin hingga terjemahannya.

Banyak yang bertanya-tanya apakah boleh menggabungkan (niat) puasa sunnah di bulan Syawal dengan Qadha puasa yang merupakan pengganti bagi puasa di bulan Ramadan.

Menggabungkan puasa sunnah di bulan Syawal dengan ibadah puasa lainnya sebenarnya bukanlah permasalahan yang baru.

Baca Juga: 5 Keutamaan Bulan Syawal dan Amalan Penting yang Harus diketahui

Penggabungan dua niat puasa sunnah dapat dikatakan sebagai penggabungan beberapa niat dalam beribadah.

Sebenarnya permasalah seperti ini dalam ilmu fiqih dikenal sebagai masalah tasyrik an niyyat atau tasyrik ibadatain fi niyyah (menggabung beberapa niat dalam ibadah).

Ada 3 rincian dalam masalah ini, yaitu sebagai berikut:

فَإِنْ كَانَ مَبْنَاهُمَا عَلَى التَّدَاخُل كَغُسْلَيِ الْجُمُعَةِ وَالْجَنَابَةِ، أَوِ الْجَنَابَةِ وَالْحَيْضِ، أَوْ غُسْل الْجُمُعَةِ وَالْعِيدِ، أَوْ كَانَتْ إِحْدَاهُمَا غَيْرَ مَقْصُودَةٍ كَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ مَعَ فَرْضٍ أَوْ سُنَّةٍ أُخْرَى، فَلاَ يَقْدَحُ ذَلِكَ فِي الْعِبَادَةِ؛ لأِنَّ مَبْنَى الطَّهَارَةِ عَلَى التَّدَاخُل، وَالتَّحِيَّةُ وَأَمْثَالُهَا غَيْرُ مَقْصُودَةٍ بِذَاتِهَا، بَل الْمَقْصُودُ شَغْل الْمَكَانِ بِالصَّلاَةِ، فَيَنْدَرِجُ فِي غَيْرِهِ

أَمَّا التَّشْرِيكُ بَيْنَ عِبَادَتَيْنِ مَقْصُودَتَيْنِ بِذَاتِهَا كَالظُّهْرِ وَرَاتِبَتِهِ، فَلاَ يَصِحُّ تَشْرِيكُهُمَا فِي نِيَّةٍ وَاحِدَةٍ؛ لأِنَّهُمَا عِبَادَتَانِ مُسْتَقِلَّتَانِ لاَ تَنْدَرِجُ إِحْدَاهُمَا فِي الأْخْرَى

“[1] Jika latar belakang pelaksanaan kedua ibadah tersebut karena sifatnya tadakhul (saling bertemu satu sama lain), sebagaimana mandi Jum’at dan mandi janabah (ketika dalam kondisi junub di hari Jum’at), atau mandi janabah dan mandi haid, atau mandi Jumat dan mandi untuk shalat Id, atau [2] salah satu dari ibadah tersebut ghairu maqshudah bidzatihi (yang dituntut bukan dzat dari ibadahnya) sedangkan ibadah yang lain adalah ibadah wajib atau sunnah, maka ini tidak mencacati ibadah (baca: boleh). Karena landasan dari thaharah memang at-tadakhul dan shalat tahiyatul masjid dan yang semisalnya yang dituntut bukan dzat dari ibadahnya, namun yang dituntut adalah mengerjakan shalat ketika masuk masjid (apapun shalat itu). Maka ibadah tersebut bisa masuk pada ibadah yang lain. Adapun [3] menggabungkan niat antara dua ibadah maqshudah bi dzatiha (yang dituntut adalah dzat ibadahnya), seperti menggabungkan salat zuhur dengan salat rawatib dzuhur, maka tidak sah menggabungkan keduanya dalam satu niat, karena keduanya adalah dua ibadah yang berdiri sendiri, yang tidak bisa masuk antara satu dengan yang lain” (Mausu'ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 12/24).

Halaman:

Editor: Dedi Risky


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah